top of page

Refleksi Sebuah Kemandulan

Tulisan di masa adven di saat Saya sedang bergumul dengan kemandulan Saya.

Ketika setiap hari selama 365 hari dalam setahun, terasa seperti 'Adven' bagi Saya.


Nama saya Lia Brasali Ariefano. Saya terlahir dengan nama Elizabeth Lia Indahyani. Saat saya menulis ini, saya sudah menikah selama 7 tahun 6 bulan. Sampai hari ini saya belum mempunyai anak. Secara kedokteran keadaan ini dinamakan infertilitas. Atau… Dunia mengatakan saya: M A N D U L.


Saya mengerti mengapa Sara tertawa saat ia mendengar Allah melalui malaikatnya memberi tahu Abraham bahwa ia akan mengandung. Kitab Lukas menceritakan bahwa Elisabet juga akan mengadung. Malaikat Tuhan juga datang ke suaminya Zakaria, mengatakan bahwa istrinya yang telah mati haid dan dirinya yang sudah tua itu akan mendapatkan seorang anak laki-laki dan mereka hendaknya menamai anak itu Yohanes. Tidak ada kata-kata pahit yang keluar dari mulut mereka. Tetapi saya yakin sebagai seorang perempuan yang mengerti kodrat keperempuanannya, naik turun perasaan di cap sebagai perempuan mandul, pasti membawa Sara dan Elisabet pada godaan untuk bertanya: “Bagaimana mungkin?” Kalau bahasa sekarang ini kayak Mission Impossible gituuuu...


Advent berasal dari bahasa Latin Advenīre (ad- to + venīre to come) yang berarti kedatangan atau akan tiba terutama untuk seseorang yang dinanti-nantikan. 7 tahun lebih saya dan suami saya menanti-nantikan kedatangan seorang anak, buah cinta kami berdua. Saya bukan seorang yang suka anak kecil. Bahkan ada masanya saya berpikir tidak ingin mempunyai anak karena hanya merepotkan dan menghalangi kebebasan serta karir saya. Tetapi rahmat Allah membawa saya pada sukacita kebenaran yang membuat saya menanti-nantikan berapapun anak yang Tuhan mau titipkan pada kami berdua. Bahkan saya pernah menginginkan anak minimal 4 dalam keluarga kami hehehhe… Kenyataannya hari ini… boro-boro 4, satu kepalapun belum hadir dalam rahim saya. Kadang saya berpikir apa ini ganjaran dosa saya karena pernah berjanji dalam hati saya untuk tidak mempunyai anak?


Mandul atau barren berarti unfruitful / unproductive,  lacking in liveliness or interest. Hhhhmmmm… menurut definisi, itulah kondisi saya hari ini. Tidak heran banyak perempuan yang begitu tertekan dengan keadaan ini. Tidak heran Sara merelakan dirinya dimadu supaya suaminya bisa mendapatkan keturunan yang sangat penting secara adat istiadat. Tidak diceritakan secara detail pergumulan apa yang dilalui Elisabet. Tetapi kedudukannya sebagai seorang istri dari imam yang terpandang, pasti memberikannya tekanan tersendiri.

Dinilai tidak mampu berbuah atau tidak produktif adalah suatu rasa yang seakan merobek keberadaan diri ini, melecehkan keperempuanan kita, dan membuat kita (atau untuk saya paling tidak) merasa menjadi istri yang tidak ‘berguna’.

Tetapi rahmat Allah yang Maha Tinggi membentuk hidup saya dengan cara yang tidak pernah saya pikirkan dan bayangkan karena dengan rahmatNya, sekali lagi… hanya dengan belas kasihan dan kemurahanNya, setiap hari terasa seperti Advent buat saya. Saya merindukan kehadiran anak, sama seperti perempuan-perempuan lain, tetapi hari ini kerinduan itu tidak lagi terasa menyakitkan, tetapi malah membebaskan saat mengetahui bahwa panggilan keperempuanan saya tidak hanya ditentukan oleh kemampuan tubuh ini mengandung dan melahirkan seorang anak.

Panggilan keperempuanan saya menjadi penuh saat saya mampu menerima kasih Tuhan, membuka hati saya untuk dicintai Allah habis-habisan. Panggilan keperempuanan saya menjadi nyata, saat saya melahirkan buah-buah dari kasih Tuhan itu melalui apa yang menjadi misi hidup saya. Panggilan keperempuanan saya menjadi hidup saat kasih Allah yang saya terima kembali saya bagikan kepada orang-orang di sekeliling saya dalam bentuk karya. Kalau hari ini saya belum dikaruniai seorang Anak, itu bukan karena dosa/kutuk/ganjaran atas apa yang saya lakukan. Saat saya kembali kepada Tuhan dan mohon ampun, saya percaya Dia Allah yang tidak pernah meningat-ingat dosa saya. Suami saya selalu member ikan analogi Allah yang sudah membuang dosa kita jauh ke dasar lautan yang paling dalam dan memberikan tonggak tulisan” “Dilarang Memancing!”

Yes, for me I feel that the calling of motherhood is not just defined by biological mother.

Saya merasa hidup dan berbuah saat saya ada di tengah komunitas yang Tuhan berikan kepada saya untuk menjadi tempat berbagi. Ada di tengah-tengah orang-orang yang terus mendukung saya untuk mengeluarkan the best of me. Saya merasa begitu bergairah dan produktif saat saya ada di ruang kuliah, di laboratorium, atau di ruang belajar saya. Detak jantung saya begitu keras ingin memberikan tanda yang begitu hidup dan sooo alive,  saat saya membayangkan suka cita dan harapan apa yang dapat saya bagikan untuk kemanusiaan  melalui ilmu yang saya pelajari ini. Saya merasa begitu sempurna, setiap kali hati saya disentuh oleh cinta Tuhan melalui kehadiran suami, orang tua, adik, para Cordisians, juga begitu banyak sahabat yang mengasihi saya.

Ada kata pepatah lebih baik dicintai daripada mencintai tanpa balasan. Benarkah begitu? Karena tidak banyak perempuan yang dapat menerima cinta walaupun sepertinya menerima cinta terdengar mudah. Merasa dicintai tidak akan pernah terpuaskan sampai hati ini dibentuk dan dipulihkan terlebih dahulu oleh rahmat dan cinta Tuhan yang sempurna.

Melalui apa yang ada hari ini dalam hidup saya, tidak ada kata lain yang saya dapat ucapkan selain:  Syukur kepada Allah. Kemandulan ini membuat setiap hari menjadi Advent buat saya. Keadaan ini membuat dari waktu ke waktu saya melihat bahwa kuasa Allah lebih besar daripada kelemahan kita.           

This “mission impossible”  (yaitu membuat saya menjadi hamil hehehe…) mengajarkan saya menjadi seorang perempuan yang penuh iman kepada Allah dan menjalankan iman saya tanpa back up plan. Yes, no back up plan!


Yes, again… My name is Lia Brasali Ariefano. Saya terlahir dengan nama Elizabeth Lia Indahyani. Saat  menulis ini, saya sudah menikah selama 7 tahun 6 bulan. Dengan belas kasihan Tuhan saya menerima kasihNya. Melalui rahmat Allah yang maha Tinggi, Ia mengubahkan dan memperbaharui hati saya. Terlalu sering dunia mengatakan saya bodoh karena ikut Tuhan dan mau belajar hidup sesuai dengan perintah Tuhan melalui ajaran gereja. Saya percaya… iman saya kepada Tuhan yang terus mau belajar berharap akan membuat suatu hari nanti dunia menyebut saya:  YANG BERBAHAGIA.

Bersama di dalam Tuhan, Ia akan menjadikan kita seperti pohon yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buah dan yang tidak layu daunnya. Saat itu dunia akan melihat keajaiban dan sorak sukacita akan memenuhi hati banyak orang karena tahu kemandulan bukan sebuah mission impossible bagi Allah kita.

Merry Christmas to all ‘barren’ woman out there, With the love of Jesus we are never barren in His sight. We are woman with special plan from God. With God nothin’ such Mission Impossible, cause anything is possible!



87 views0 comments

Recent Posts

See All

Comments


bottom of page