top of page

I am No Victim

Hampir 6 bulan setelah surgery Saya.

Saya ngga bermaksud untuk mengulang-ngulang kayak cerita histerektomi Saya, seakan-akan itu adalah cerita yang paling spektakular di dunia ini.

Tapi memang seperti ngga bisa move on dari situ.

Sampai hari ini Saya memang ngga bisa move on untuk tidak mengatakan “Thank You Lord” untuk setiap detik yang Saya hidupi saat ini.


Saya hidup dengan nyeri lebih dari 2 tahun.

Saya ingat pernahbertanya ke Suami Saya: “Elo pernah ngga sih… sehariiiii aja ngga be rasa sakit samasekali di badan?”

Dia jawab: “Ya pernah dong…!”

Saya bertanya seperti itu karena Saya tidak pernah merasakan satu detik pun pain free momento. Bahkan ketika Saya tidur, saya masih dapat merasakan nyeri itu, dan Saya menjadi terbiasa tidur dengan nyeri.

Skala nyeri Saya selalu berkisar antara 4 sd. 7/8, bervariasi setiap hari.

Saya teringat Bangun ditengah malam dengan sakit kepala/migren berat, dan nyeri itu tidak pergi selama lebih dari 36 jam.

Nyeri yang berkepanjangan tanpa tahu kapan akan berhenti. Saya ingat rasa menekan dan nyeri panggul pada saat Saya berjalan.


Tetapi Saya terus berjalan… melangkah… dan terus berjalan sambil berkata pada diri Saya: “Lia kamu bisa! Ayo... Satu langkah kecil lagi… setelah itu kamu bisa duduk dan Tarik nafas!”

Saya melakukan semua kegiatan dengan nyeri sambil bekerja, mengunjungi kustomer Saya (yang ada di RS besar, di mana Saya harus banyak jalan), atau ketika Saya travelling, dll.

Saya melakukan semua itu sambil tersenyum,

Saya mencoba menfokuskan pikiran Saya pada apa yang Saya kerjakan supaya tidak banyak orang tahu kalau Saya sedang kesakitan.

Tetapi sering kali Saya bertanya: Apa Saya harus hidup dengankondisi ini? 

Apa ini hidup yang layak Saya dapatkan?

Mungkin pada tertawa kali ya… karena Saya kan seorang Dokter, harusnya ya Saya tahu lahhhh… gimana cara mengatasinya.

Yeeaa sebenernya Saya tahu…. Tapi ada idiom yang bilang kalau Dokter itu pasien yang paling buruk. Mungkin idiom itu benar juga – at least buat Saya karena Saya terus menunda untuk memeriksaan kondisi Saya sampai saat terakhir di mana Saya tidak dapat lagi menahan nyeri dan perdarahan yang sudah demikian mengganggu (dan sejujurnya freak me out sih…) – (cerita mengenai apa yang terjadi ada di link ini: https://www.liabrasali.com/post/even-if-i-walk-through-the-shadow-of-the-death-be-grateful)


Hari-hari ini, 6 bulan setelah operasi pengangkatan rahim, Saya mulai mengerti apa yang Saya lalui selama 2 tahun lalu, dan tak henti-hentinya Saya merasa kagum dengan apa yang Saya rasakan hari ini. Terkadang sebelum tidur malam, Saya suka bertanya ke Suami Saya: “Ini beneran? Saya ngga merasakanapa-apa… ke mana rasa sakit itu pergi…?”

Yes I still feel pain, karena setelah penyebab sakit utama hilang, Saya mulai bisa merasakan rasa sakit di bagian lagi dari tubuh, seperti misalnya: persendian tangan yang mulai teriakkkkk – tapi yang itu Cuma konsekwensi dari ngga pernah olah raga and what can I say…. “AGE” hhhhmmmm *sigh*


Tetapi Saya belajar sesuatu:                                                                                                         Sering kali dalam hidup kita merasa cukup dengan sesuatu. Kita merasa cukup dengan kondisi kita yang sebenarnya membuat kita merasa nyeri/sakit. Kita tahu sesuatu harus diperbaiki, tetapi kita sampai pada suatu titik di mana kita ngga punya harapan lagi.

Kita tidak mau meraih atau mencoba lagi karena kita berpikir kita layak mendapatkan kondisi ini (read: we deserve the pain).



Rahmat Tuhan menuntun Saya untuk membuat keputusanmelakukan operasi pengangkatan rahim biarpun Saya harus bergumul (Cerita pergumulan Saya di link ini: https://www.liabrasali.com/post/45-years-and-148-days-thank-you-for-the-good-time-uterus).

Tuhan mendorong Saya untuk stretch my faith and keep my hope alive. Saat ini Saya tahu bahwa setiap detik dari pengalaman nyeri Saya berharga untuk dihidupi, karena hari ini Saya dapat menyaksikan betapa Saya bersyukur dan berterima kasih untuk semua yang pernah terjadi dan telah Saya lalui.

Kalau Saya tidak pernah merasakan nyeri selama 2 tahun itu, Saya tidak akan merasakan se-sukacita dan se-bersyukur ini.

So guys, terutama Sahabat perempuan… kita tidak pernah menjadi korban dari apapun!

Baik korban dari nyeri/luka, atau korban dari kondisi, atau korban nasib, atau apapun yang membuatmu merasa terbelenggu dalam hidup yang tidak tertolong lagi.


We are covered by the force of love, Covered in my Savior’s blood.

By this power We have chosen to be not bitter but better.


Bila hari ini ada rasa nyeri/sakit/tak berpengharapan. Rasa yang sangat menyakitkan/menyiksa. Ceritakan itu kepada Tuhan dan mintalah bimbungan dan kebijaksaan Allah, lalu mulailah berjalan, langkah kecil.

Tiny steps is worth to do selama itu kita jalani bersama Tuhan.

Langkah itu akan membawa kita pada sesuatu yang yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya. Bahwa kita layak akan sesuatu yang jauh lebih baik daripada yang kita hidupi hari ini.


Because you were created to be happy and joyful.

That’s how good our God is.  That’s how loving our Father is.


53 views0 comments

Recent Posts

See All

Comentários


bottom of page