top of page

Dance With My Father: One Day Before Mangrove Forest

Updated: May 13, 2020

Satu Hari Sebelum Hutan Bakau


Saya terbangun dengan pil-pil berserakan di atas tempat tidur dan di lantai. Saya memuguti satu persatu dan memasukan kembali ke dalam plastik.

Saya kembali muntah-muntah pagi itu. Hanya cairan kuning dan bercak darah yang keluar dari episode muntah kali itu.


Hari sudah siang, matahari sudah tinggi. Saat saya mau masuk ke kamar, Oom tukang kebun, seorang mantan pasien rumah sakit jiwa yang pernah dirawat oleh Ibu Kos saya memandang saya tersenyum, dan berteriak:

“Tidak pernah kelihatan Nona… Jangan dikamar terus. Semua berkumpul di ruang makan…”

Ada rasa hangat yang mengalir dalam hati saya sejenak saat mendengar sapaan Oom, seperti ada bau kehidupan yang menyapa saya setelah beberapa hari ini saya sendirian.

Saya hanya mampu menjawab lemah: “Engga Oom… Makasi… Ngga enak badan.”


Saya masuk ke kamar saya yang gelap seperti malam dan naik kembali ke atas tempat tidur. Kamar ini begitu lembab, dan ada sedikit bau asam. Tetapi saya tidak peduli. Dalam waktu tidak lebih dari 1 menit, saya sudah menangis lagi. Sebenarnya saya tidak tahu apa yang tangisi. Semuanya perasaan sudah bercampur dan tidak bisa saya pilah-pilah lagi. Saya menangis. Berhenti. Menangis lagi. Berhenti. Menangis lagi. Sampai akhirnya saya memutuskan untuk mengambil plastik obat saya, berisi pil-pil penghantar tidur (selamanya) dan mempersiapkan diri saya kembali untuk meminum obat itu.

Tapi rasanya badan ini begitu lemas, untuk bangun mengambil air saja rasanya tidak sanggup. Saya melihat ke handphone Nokia ‘pisang’ saya, ada dorongan kuat untuk kembali menelpon sahabat saya itu.

Tetapi bayangan dia sedang berusaha mendapatkan kembali mantan kekasihnya itu membuat saya seperti sesak nafas. Kembali pandangan mata saya tertuju pada pil-pil yang sudah saya letakkan begitu saja di atas meja. Tetapi rasa lemas tidak mampu membuat saya terbangun dan saya hanya berpikir: ”Ahhh besok saja lah… “ dan kemudian saya tidak ingat lagi apa yang terjadi.


Saya terbangun oleh suara kencang dari mesin pemotong rumput. Si Oom lagi motong rumput rupanya. Dan saya…? Belum ada di neraka. Ternyata itu bukan suara gergaji untuk memotong kepala saya. Sudah pagi lagi rupanya.

Lebih dari 15 jam saya tertidur.

Entar kenapa tiba-tiba saya mengambil 2 keping biscuit Regal yang ada di lemari. Hhhmmm… kemajuan… sudah memikirkan makan.

Tiba-tiba saya pingin sekali mandi, setelah mencium bau kamar yang tidak jelas dan bau badan saya yang cenderung ‘asam’ ini.

Saya mandi dan membersihkan kamar saya ala kadarnya.

Lalu seperti robot saya berganti pakaian, mengambil ransel saya, dan turun ke jalan raya (karena kamar kos saya ada di ‘bukit’).

Saya menunggu angkot yang biasa saya naiki ke kampus. Saat saya masuk ke dalam angkot dan saya duduk di sebelah seorang Bapak yang sedang merokok… sehingga asap rokok nya membuat saya terbatuk-batuk. Saya melihat ke jam tangan saya… dan sempat berpikir: “Baru jam 10an… Masih terlalu pagi… mau ke mana saya?” Saat itu saya ingat, ada rasa sakit yang tiba-tiba menyerang dada saya.

Rasanya sakittt sekali, saya pikir saya terkena serangan jantung saat itu.

Itu hal terakhir yang saya dapat ingat di moment itu.


53 views0 comments

Recent Posts

See All

Comments


bottom of page