Berhadapan dengan begitu banyak sahabat perempuan akhir-akhir ini.
Mendengarkan cerita kehidupan.
Menggenggam tangan untuk saling menguatkan.
Menemani beberapa dari sahabat perempuan di hari-hari mereka.
Terlebih dari itu
Kehidupan Saya sendiri sebagai seorang perempuan, membawa saya pada banyak hal yang mencengangkan.
Latar belakang saya pribadi, sebagai seorang anak wanita yang memiliki ‘self esteem’ yang sangat rendah, membuat cerita di bawah ini seperti membuat hati ini bersyukur.
Hal yang paling Saya syukuri adalah mengenal dan menyadari kehadiran Allah dalam hidup Saya.
Seorang wanita bernama Carolyn Thomas.
Ia dilahirkan di keluarga yang biasa-biasa saja.
Ayah ibunya tidak berpisah, tetapi juga ada dalam rumah tangga yang tidak terlalu harmonis. Ia memiliki teman-teman, tetapi bukan tipe seorang perempuan yang ‘gaul’ dan punya kerpercayaan diri yang tinggi.
Ia mendambakan cinta dari lawan jenisnya, seperti remaja-remaja lainnya. Tetapi ia tidak mendapatkannya di usia remajanya. Ini membuat dia tambah merasa rendah diri (padahal waktu saya lihat fotonya, dia cantik dan punya senyum yang bagus!!!)
Sampai di pertengahan masa kuliahnya ia bertemu dengan seorang lelaki yang membuat hatinya bergetar.
Mereka saling jatuh cinta, kemudian memutuskan untuk berpacaran, tidak lama kemudian, sang pria pindah ke rumah Carolyn.
Semua terasa indah waktu itu, biarpun Carolyn menyadari… pria yang ia cintai ini sangat cemburuan, banyak melarang aktivitasnya, tidak memperbolehkan ia tampil dengan busana yang biasa ia kenakan, tidak memperbolehkan ia bertemu dengan orang lain kecuali keluarga intinya.
Tetapi cinta dan rasa takut kehilangan pria, membuat Carolyn ‘membaca’ seluruh sikap pria ini sebagai Bahasa Kasih dari kekasihnya yang takut kehilangan dirinya.
Biarpun ia merasa terkekang dengan semua ini, tapi ia menjalaninya karena merasa ‘this is the best she got!’
Sampai pada satu malam, sepulang dari kerja, kekasih Carolyn masuk ke dalam apartemen mereka dengan kalap. Ia berprasangka ada lelaki lain yang ada di dalam apartemen itu. Carolyn bersikukuh, tidak ada orang lain dalam apartemen itu selain ia dan ibunya yang waktu itu tinggal di situ bersama dengan mereka.
Tetapi kekasih Carolyn tidak percaya, menggeledah seluruh rumah dengan kalap, dan akhirnya… karena ia tidak menemukan siapapun… ia mengambil pistol, dan mengarahkannya kepada Carolyn dan ibunya. Mereka sempat bergelut untuk melawan, sampai akhirnya pistol tertembak ke arah Carolyn, dan tak lama kemudian letusan berikutnya menumbangkan ibu Carolyn yang waktu itu juga berusaha menolong anaknya.
3 hari kemudian, di Rumah Sakit, begitu Carolyn sadar, iamenanyakan ibunya yang sudah meninggal.
Ia begitu hancur… mengetahui orang yang ia cintai membunuh seseorang yangbegitu berharga di hidupnya.
Tetapi penyadaran berikutnya, Ia harus menerima kenyataan bahwa orang yang dicintainya, membuat Ia menjadi seorang perempuan yang dikenal sebagai: Woman with No Face.
Setengah dari tulang wajahnya remuk.
Hidungnya hancur.
Rahang atasnya ‘kosong’,
Satu bola matanya hancur sehingga kelopak matanya harus dirapatkan satu sama lain. Tulang wajah sisi kanannya remuk sehingga membuat ia tampil hanya dengan tutupan kulit. Ia harus bernafas dari lubang yang dibuat di lehernya, dan makan dari infus yang dipasangkan di klep yang ditanam di pusarnya.
Carolyn begitu menyukai anak-anak, tetapi hal yang paling menyedihkan baginya sekarang adalahmsaat anak-anak itu berlari ke ibu mereka dan mengatakan bahwa Carolyn menakut-nakuti mereka.
Cerita di atas saya dapatkan dari Oprah Winfrey Show pagi ini.
Dalam tayangan persidangan kekasih Carolyn yang mengundang Carolyn sebagai saksi, Carolyn sempat membacakan statement yang ia berikan untuk ‘mantan’ kekasihnya itu. Bahwa ia… mengampuni kekasihnya itu.
Dalam kata-katanya… ada satu kalimat yang sangat menyemangati, ‘The world can know me as a woman without a face, but i know in my heart… I am a survivor’
Di sisi lain, saya melihat… Oprah selalu mengundang orang-orang yang dia anggap cerita hidupnya dapat menjadi pelajaran bagi orang lain (khususnya sesama wanita). Dan saat itu adalah penampilan Carolyn yang pertama di depan publik. Carolyn mengatakan ia mau melakukan ini karena percaya bahwa Tuhan memberinya waktu lebih lama untuk hidup dan memberkati orang lain.
Pribadi Carolyn dari seseorang yang sangat rendah diri, memiliki gambar diri yang buruk pada saat Ia masih 'memiliki' wajah.
Tetapi justru pada saat Ia dijuluki woman with no face, Ia berubah menjadi seorang Carolyn yang lewat keputusannya untuk bangkit menunjukkan kepada dunia, bukan dunia yang memberikan harga atas hidupnya, tetapi Tuhan yang memberikan harga dan makna dalam hidupnya.
Justru di saat Ia kehilangan sesuatu yang dianggap dunia suatu keindahan - tetapi justru yang dinilai baik oleh dunia membuatnya kehilangan apa yang indah itu. Di saat Ia kehilangan wajahnya, Carolyn masalah mendapatkan kepenuhan hidupnya.
Kadang kita hidup ada dalam lumpur gambar diri, penerimaan diri yang begitu buruk, tanpa menyadari bahwa setiap saat dalam hidup kita berarti untuk menjadi pelajaran bagi orang lain.
Kita berpegang pada sesuatu di dunia ini yang kita anggap penyelamat kita, sesuatu/seseorang yang dapat memuaskan diri kita, begitu terikatnya kita kepada hal-hal/sosok itu, sehingga kita melupakan bahwa tanpa semuanya itu diri ini tetap berharga.
Kadang sesuatu yang begitu berat harus datang menghampiri hidup kita (seperti peristiwa penembakan atas Carolyn dan ibunya), untuk membuat kita sadar akan keterikatan-keterikatan kita selama ini.
Mari bersama, kita menyadari bahwa lumpur apapun yang menarik kita ke dalam kehidupan yang lebih parah, menarik kita menjauh dari cinta Allah akan membuat kita binasa.
Tetapi mari berjuang untuk keluar dari lumpur ketakutan, kekhawatiran, keterikatan (baik terhadap materi, pekerjaan, sex, pasangan, apapun itu..), dan memberanikan diri melangkah dengan percaya bahwa hidup ini diciptakan bukan tanpa alasan, kejadian hidup kita terjadi bukan tanpa maksud, dan semuanya itu akan menjadi baik - bila kita membawanya bersama Tuhan.
Maybe we are women without ‘a face’ in the world’s point of view, … but we are women with amazing gift of love and life from God. We are The Women of God’s survivors.
Comments