Rasa sakit itu tidak enak.
Tapi (ternyata) rasa sakit itu perlu.
Seorang penderita kusta (=Lepra)(1) yang saraf tepi nya diserang oleh bakteri yang bernama Mycobacterium leprae akan kehilangan rasa/sensorisnya.
Is that good? Hhhmmm…
Terkadang kalau kita sedang merasa kesakitan, kita berdoa minta tidak merasakan sakit lagi. Tapi saat seorang penderita lepra kehilangan rasa sakitnya, hal itu membuat kerusakan yang jauh lebih parah daripada bila ia merasakan nyerinya.
Rasa sakit adalah sesuatu yang banyak dihindari oleh banyak orang.
Rasa sakit bahkan membawa manusia pada keinginan untuk mati, karena itu akan menghilangkan dan menyelesaikan rasa sakit itu dengan sekejab. Euthanasia(2) menjadi satu hal yang diperdebatkan dalam penghormatan terhadap kehidupan, salah satunya karena keinginan untuk terbebas dari rasa sakit ini.
Tara Elizabeth Corner(3), Miss Pageant America 2006 adalah seorang wanita yang desperately ingin keluar dari rasa sakit ini.
Perceraian kedua orang tuanya di awal masa remajanya membuat ia menjadi seperti kehilangan kendali. Ia menjadi seorang teenager yang berteriak minta tolong dan mencari perhatian, tetapi seakan-akan tidak ada yang mendengar teriakannya ini.
Sampai ia menemukan, sebuah obat bernama Vicodin (4) (sebuah obat penghilang rasa sakit tingkat sedang-berat) berhasil membuat ia ‘terbebas’ dari rasa sakitnya. Ia menggunakannya bahkan saat sedang ada di atas panggung pagelaran Miss Pageant saat itu. Tara bahkan mampu mengkonsumsi obat itu sampai 30 butir dalam sehari. Di satu tahap dalam hidupnya, Tara pernah menghadiri sebuah pesta, di akhir pesta ia memang setengah mabuk, tapi masih cukup sadar untuk mengetahui apa yang ada di sekitarnya. Ia membiarkan seorang teman lelakinya menggendong dia ke dalam mobil untuk diantar pulang. Dalam hati, ia tahu bahwa teman lelakinya ini punya maksud di balik keinginannya mengantar pulang. Saat itu, teman lelakinya memperkosa Tara di dalam mobil. Tara mengetahuinya, tapi membiarkan hal itu terjadi karena dengan begitu ia merasa terbebas dari rasa sakitnya. Rasa sakit karena merasa ia adalah sampah, barang kotor, dan tidak diinginkan karena tidak ada yang mencintai dan mendengarkannya. Membiarkan tubuhnya diperkosa, seperti sebuah penghilang rasa sakit karena tindakan itu mengkonfirmasi semua pandangannya terhadap dirinya sendiri. Ia melumpuhkan perasaannya, membiarkan hal buruk terjadi padanya, supaya ia terbebas dari rasa sakit.
Seorang anak perempuan berusia 15 tahun, yang mempunyai gambar diri begitu jelek.
Tidak mencintai dirinya sendiri.
Dia membiarkan dirinya terbuai dan mempercayai banyak kebohongan-kebohongan yang ia ciptakan sendiri.
Dia membiarkan tubuhnya mendapat perlakuan yang tidak selayaknya.
Ia melakukan itu dari waktu ke waktu, membunuh rasa sakit yang awalnya muncul, sampai akhirnya ia merasa ‘numb’ akan rasa cinta.
Ia membiarkan dirinya jatuh pada hubungan yang asal, karena ia memandang dirinya hanya seorang perempuan yang juga asalan saja.
Waktu ada rasa sakit akan kebenaran yang terungkap, ia menolak jauh-jauh kebenaran itu karena rasanya perasaan ‘numb’ yang dirasakannya lebih membuatnya terasa nyaman, biarpun jauh di kedalaman hatinya ia tahu, ia hidup dalam kebohongan dan kebahagiaan semu. Perhatian dari lawan jenis, sebuah relationship, dan status pacar seseorang menjadi adiksi dan sumber pelarian rasa sakitnya. Dalam satu hubungan ia merasa seperti mempunyai segalanya, padahal saat itu ia tidak mampu merasakan perasaannya sendiri.
Cerita 2 perempuan di atas rasanya bukan cerita yang luar biasa.
Sejak keluar dari rahim ibu, kita sudah mengenal apa rasanya sakit.
Keluar dari jalan lahir ibu bukan proses yang menyenangkan bagi seorang bayi… (lihat muka bayi-bayi yang baru lahir, rasanya ngga ada yang lahir dengan muka tersenyum lebaarrrrrr…) tapi setelah itu seorang bayi tahu bahwa ia dikasihi waktu ia diletakkan di dada ibunya.
Dalam proses belajar kita sehari-hari, rasa sakit menjadi satu tolak ukur yang positif…
Satu iklan detergen di TV bilang begini: “Kalau ngga ada kotor, ngga belajar!” atau apapun lah isinya (lupa-lupa inget…) Tapi rasa sakit menjadi batu pijakan yang positif untuk keberhasilan yang ada di depan jalan kita.
Saat berbagai kondisi menerpa kita, banyak keadaan yang terjadi tidak sesuai harapan kita. Rasa sakit menjadi demikian perih, tak tertahankan, sampai rasanya tidak mampu melihat sisi baik dari rasa sakit itu. Rasa sakit menacap begitu dalam di hati, sehingga rasanya tidak mungkin menariknya keluar karena itu akan menghancurkan hati lebih parah lagi. Saat harapan akan rasa sakit yang memberi harapan akan hari esok yang lebih baik menjadi ilusi.
Saat inilah kemampuan defence mechanism (5) manusia membiarkan rasa numb (6) lebih baik daripada rasa sakit, karena ternyata dengan membiarkan perasaan menjadi numb hidup dapat terus berlangsung (apapun buah-buahnya tidak penting, yang penting hidup jalan teruuusss…) Saat itu… kita tak ubahnya seperti seorang penderita lepra.
Tara membiarkan dirinya numb selama bertahun-tahun, bahkan di saat ia diperkosa.
Anak perempuan tadi (yang sekarang sudah jadi perempuan dewasa), membiarkan dirinya numb selama bertahun-tahun karena ia mempercayai, dengan melumpuhkan perasaannya semuanya menjadi lebih baik.
Tanpa mereka sadari, mereka hidup dalam kebohongan. Sampai satu waktu someone touched their hearts…
Saat mengetahui bahwa Tara adalah seorang pencandu obat-obatan, dewan Miss Pageant saat itu ingin memecat Tara dari jabatannya. Tapi seorang pemilik dari Institusi Miss Pageant ini, membelanya dan memberi kesempatan kedua kepadanya.
Dia adalah Donal Trump.
Kesempatan kedua ini seperti air segar yang memberi kesejukan dalam hatinya. Anak perempuan itu tumbuh menjadi perempuan dewasa yang sangat rapi menyembunyikan semua perasaannya yang sesungguhnya.
Adiksi nya terhadap sebuah hubungan membawanya dari satu hubungan ke hubungan yang lain. Ia tidak pernah merasa cukup dan aman dengan dirinya sendiri. Sampai di satu waktu, di dasar kejatuhan dirinya, ada sebuah suara lembut dalam hatinya, yang mengajaknya keluar dari semua kebohongan dan kelelahan dirinya menahan semua rasa sakit itu.
Saat ini, mereka berdua… Tara dan perempuan itu telah berhasil melampaui rasa sakitnya. Adiksi hanya gejala yang timbul dari rasa sakit yang tidak tertahankan.
Adiksi menjadi tempat persembuyian yang aman dan terasa ‘benar’ saat rasa sakit tidak tertahankan.
Mereka berdua memilih untuk memberanikan diri, berhadapan dengan rasa sakit itu. Satu persatu.
Berjuang untuk berdamai dengan setiap luka.
Belajar. menerima diri sendiri.
Memilih untuk memandang rasa sakit sebagai kesempatan untuk berbuah bagi kehidupan.
Perempuan yang kedua itu adalah saya sendiri.
Hari ini, saya selalu meneteskan air mata setiap kali membaca/mendengar perjuangan-perjuangan untuk keluar dari diri mereka. Apapun tahap yang mereka rasakan saat itu, apakah rasa sakit, atau kebanyakan justru tidak merasa apa-apa, butuh keberanian untuk menghadapinya satu persatu.
Saya pernah melalui semuanya itu, dan hari ini saya bisa berkata bahwa “Tangan Tuhan telah berlaku baik atasku.” Apapun yang (pernah) terjadi dalam hidupmu, apapun cara kita memandang diri kita, dan kerusakan apapun yang sedang Anda alami hari ini, semuanya itu tidak menggagalkan rencana besar Allah akan kejadian kita di dunia ini. Tidak ada luka, adiksi, kerusakan, kegagalan, yang cukup besar, yang mampu menghalangi rahmat cinta dan pengampunan yang selalu ditawarkan untuk Anda dan saya. Bahkan berita baiknya adalah: Ia Allah yang terus mengarahkan pandanganNya pada hati yang hancur. Berita buruknya? Saat Anda berteriak: “God, go away! Leave me alone!” He won’t and will never do that.
He is God who sooooo in love with you, and tremendously crazy about you and me… (saat nulis ini kok gw berasa Tuhan nyanyiin lagu: I’ll be There (7) … ohhh so sweet…)
Today, make a special connection with your pain. Be brave and be strong, cause the Lord is with you! It’s time… to make all the pain that cripple you all these years into the magnificent power to bless and inspire the world! It’s time to spread our wings and fly to persue our wildest dream. It’s time to make a friendship to something called pain, because from that pain we can climb the highest mountain of our life and walk from victory to victory. Yeessssss! (semangat sendiri :D)
For I am persuaded, that neither death, nor life, nor angels, nor principalities, nor powers, nor things present, nor things to come, Nor height, nor depth, nor any other creature, shall be able to separate us from the love of God, which is in Christ Jesus our Lord.
(Rome 8:39-39)
Written by: Survival woman who’s surviving from day to day pain and numb. Battle in progress everyday!
Notes: 1 Kusta. Wikipedia ensiklopedia bebas. Available from: http://id.wikipedia.org/wiki/Kusta 2 Euthanasia. Reason for euthanasia. Available from:http://www.euthanasia.com/reasonsforeuthanasia.html 3 Beauty Queen Tara Corner’s Revelation. Available from: http://www.oprah.com/oprahshow/The-Truth-About-Beauty-Queen-Tara-Conner 4 Vicodin. Available from: http://en.wikipedia.org/wiki/Vicodin 5 Johathan Smith. Stress Management. New York: Springer Publishing Company, 2002; p.29-38. Available from: http://books.google.co.id/books?id=_VDzXDikuXgC&pg=PA31&lpg=PA31&dq=numb+as+defence+mechanism&source=bl&ots=PVUvQGXo4n&sig=tIrodgecWLrezrEWccCv_zSpc18&hl=en&ei=cRC0TK6dMoOIvgPjloSYCg&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=7&ved=0CD0Q6AEwBg#v=onepage&q&f=false 6 Available from: http://www.thefreedictionary.com/numb 7 Available from: http://www.mp3lyrics.org/m/michael-jackson/ill-be-there/
Comments